Sektor usaha
peternakan pada era kemajuan zaman sekarang ini, mempunyai prospek yang besar. Tantangan untuk sarjana muda peternakan
untuk menjadi wirausahawan merupakan cikal bakal berkembanganya kegiatan
perekonomian dibidang peternakan. Begitu juga dengan perkembangan jumlah
penduduk yang begitu cepat dan berkurangnya lahan pertanian harus mampu
mengalihkan perhatian para petani untuk menjalankan usaha dibidang peternakan
sebagai alternatif penghasil Uang. Sektor peternakan merupakan salah satu
bidang pada sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam pembentukan
nilai Produk Domestik Bruto (PDB).
Distribusi PDB
atas dasar harga berlaku pada tahun 2007-2010** menurut lapangan usaha dari
sembilan sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor industri pengolahan
yang menempati urutan pertama sedangkan sektor pertanian, peternakan kehutanan
dan perikanan menempati urutan kedua. Nilai PDB pertanian pada tahun 2010**)
atas dasar harga konstan meningkat sebesar Rp. 304,4 triliun dari tahun 2009
yang hanya sekitar Rp. 295,9 triliun. Sedangkan nilai PDB sub sektor peternakan
pada tahun 2010 juga meningkat sebesar 38,16 triliun dari tahun 2009*) yang
hanya sekitar 36,6 triun.(angka sementara) (BPS Peternakan, 2011).Pengaruh subsektor peternakan yang
besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari fungsi dasar
subsektor peternakan sendiri dalam pemenuhan pangan dan gizi masyarakat
Indonesia, terutama pemenuhan kebutuhan protein hewani. Peningkatan jumlah
penduduk, pendapatan dan kadar gizi masyarakat menyebabkan permintaan terhadap
hasil subsektor peternakan sebagai sumber protein hewani semakin meningkat pula.
Siklus hidup puyuh
relatif pendek. Produksi telurnya 130-300 butir per tahun dengan bobot
rata-rata 10-15 g per butir. Bobot telur merupakan sifat kuantitatif yang dapat
diturunkan. Jadi jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang, serta besar
tubuh induk sangat mempengaruhi bobot telur. Selain itu, sedikitnya protein
ransum menyebabkan pkecilnya
kuning telur yang terbentuk sehingga menyebabkan kecilnya telur dan rendahnya
daya tetas telur. Bobot telur juga sangat dipengaruhi oleh masa bertelur. Telur
pada produksi pertama pada suatu siklus berbobot lebih rendah daripada telur
berikutnya pada siklus yang sama. Dengan kata lain, bobot telur semakin
bertambah dengan bertambahnya umur induk.
(Yd. Pangestuti,2009)
Selain telurnya produk
yang dapat dimanfaatkan dari puyuh yaitu daging, kotoran, dan bulu. Daging
puyuh sekarang ini tidak kalah dengan daging ternak lainnya. Daging puyuh
sekarang ini tidak kalah dengan daging ternak lainnya. Daging puyuh mengandung
21,1 persen protein dan lemak hanya 7,7 persen saja. Daging puyuh umumnya
diambil dari puyuh yang sudah afkir yaitu puyuh betina yang kemampuan
bertelurnya sudah menurun atau puyuh jantan yang
tidak terpilih sebagai pejantan. Kotoran puyuh baunya lebih menyengat
dibandingkan kotoran ayam atau unggas lainnya, apalagi bila puyuh diberi pakan
berkadar protein tinggi. Akan tetapi kotorannya itu masih dapat dimanfaatkan
untuk dibuat pupuk. Pupuk dari kotoran puyuh sangat baik untuk tanaman sayur
maupun tanaman hias dan juga dapat digunakan dalam campuran bahan pakan (konsentrat)
untuk ternak besar. Pemanfaatan bulu burung puyuh biasanya untuk campuran bahan
pakan ternak besar, karena bulu memiliki potensi sebagai sumber protein hewani
dan mineral serta kaya akan asam amino esensial. Energi metabolismenya mencapai
3.047 kkkl/kg, sedangkan protein kasarnya mencapai 86,5 persen, tetapi
pemanfaatan bulu sebagai pakan ternak harus melalui suatu pengolahan terlebih
dahulu, tidak hanya dikeringkan dan digiling saja, bulu harus dihidrolisa atau
dimasak terlebih dahulu. Kelebihan lain dari beternak burung puyuh secara
ekonomis yaitu ukuran tubuh burung puyuh yang relatif kecil, sehingga
menguntungkan peternak karena dapat memelihara puyuh dalam jumlah yang besar
pada lahan yang tidak terlalu luas (Listiyowati dan Roospitasari, 2005) dalam (Pangestuti, 2009).
Konsumsi
hasil ternak berupa daging, telur dan susu pada tahun 2010 perkapita /tahun
untuk daging sebanyak 6.953 kg/kapita /tahun atau mengalami peningkatan sebesar
10.42% dari tahun sebelumnya (2009) yaitu 6.297 kg/kapita/tahun. Untuk telur
sebanyak 7.227 kg/kapita /tahun, atau mengalami kenaikan sebesar 13.24% dari
tahun 2009 yang hanya sebesar 6.382 kg/kapita/tahun. Sedangkan susu sebanyak
16.421 kg/kapita/tahun. Atau mengalami penurunan bila dibandingkan tahun
sebelumnya (2009) dari sebesar 18.472 kg/kapita /tahun (11.10%). Demikian juga
dengan konsumsi protein (telur, daging dan susu) pada tahun 2009 sebesar 31.151
kg/kapita/tahun dan pada tahun 2010 menurun menjadi 30.602 kg/kapita/tahun
(1.77%).(Tabel 4). (BPS Peternakan, 2011). Download Contoh Lengkap (PDF)